19 September 2008

Kok Bisa Salah Tangkap??

Polri bertindak cukup cepat dalam menyikapi kasus salah tangkap!
Setelah terungkapnya identitas mayat dikebun tebu, di Jombang Jawa Timur.
Kasus2 salah tangkap oleh personil polri yang terungkap belakangan ini, mengingatkan kita kembali pada peristiwa sejenis yang terjadi pada Tahun 70an, yaitu "sengkon dan karta".
Kita coba memahami, titik awal kegemparan ini berada dibenak para polisi, yaitu ketika mereka melakukan interogasi dengan maksud mengumpulkan informasi dalam waktu secepat - cepatnya.
Kerangka berfikir seperti itu, adalah menyimpang!
Bahkan, demi mengejar target menuntaskan kasus, polisi dapat terpancing untuk menggunakan pendekatan apapun yang cenderung manipulatif bahkan abusive atau kejam!
Jika ini yang berlangsung, polisi justru beralih paras menjadi pelaku kejahatan.
Inilah Vigilantisme! gambaran tragis ketika penegak hukum justru melakukan perbuatan melanggar hukum!

Coba kita simak temuan sejumlah peneliti!
Dibandingkan dengan unit - unit kepolisian lainnya, desakan utk menggali informasi sebanyak mungkin dialami lebih hebat oleh polisi yg menangani kasus pembunuhan!
Jadi dapat di nalar, desakan untuk sesegera mungkin memecahkan kasus, dapat memprovokasi polisi untuk melakukan segala hal selama proses investigasi, termasuk interogasi!
Dan dari seluruh kasus salah tangkap, 50% diantaranya justru merupakan buah dari kelalaian tigkah laku yang dilakukan oleh polisi, selama proses introgasi.
Padahal tanpa disertai kekerasan sekalipun, proses introgasi sendiri ternyata sudah cukup kuat menekan individu untuk mengakui kejahatan yang sebenarnya tidak dilakukannya.

Kenapa polisi sampai hati memaksa orang tak bersalah untuk mengakui suatu perbuatan yang tidak dilakukannya...?

Kenapa dalam mengungkap kasus kejahatan, polisi seperti didesak untuk kejar tayang...?

Tidak adakah pendekatan yang lebih humanis, ilmiah, ataupun scientific untuk mengorek informasi dengan selengkap dan seakurat mungkin...?

Penyebab mendasar dibalik kasus salah tangkap, bisa jadi ada pada unsur akuntabilitas!
Itu bisa jadi! karena walau telah mencanangkan reformasi atas dirinya sejak beberapa tahun silam, namun publik menilai polri Masih lebih perduli akan pertanggung jawaban kepada atasan ketimbang kepada masyarakat!
Indikator keberhasilan pun terletak pada seberapa jauh atasan mereka terpuaskan!
Mentalitas macam itu melestarikan watak komando yang terjawantah kedalam tindak tanduk berbau militeristik!
Konkritnya, kekerasan sangat mungkin menjadi teknik yang umum diterapkan dalam ruang2 introgasi!
Nha..bagaimana hasil kerja bidang profesi dan pengamanan atas para personil polri, yang tersangkut kasus salah tangkap?
Kita blm tau persisnya!
Tetapi harapan kita, mudah2an polisi tidak lupa satu ungkapan salah seorang kholifah sepeninggal Rasulullah..
Beliau mengatakan:
"lebih baik membebaskan 100 penjahat dari pada memenjarakan satu orang yang tak bersalah!"

Tidak ada komentar: