29 Januari 2008

Menjalankan Umroh Ke Tanah Suci

_masjid_nabawi_1 Sebagian besar umat muslim di Indonesia mungkin sudah pernah melakukan umroh atau haji kecil ke tanah suci MEKKAH. Bahkan tidak sedikit yang melakukannya berulang kali seakan tidak pernah bosan mengikuti ritual yang sama. Dulu saya merasa heran mengapa orang begitu senang bolak - balik berumroh atau berhaji ke Arab, jawaban itu saya temukan setelah saya menjalankannya.

Walaupun baru pertama kali, namun pengalaman perjalanan umroh saya ke tanah suci sungguh mempunyai kesan yang sangat dalam. Berawal dari keputusan kami (saya, ayah dan ibu), Akhirnya berangkatlah kami beserta rombongan berjumlah 50 orang ke Tanah Suci pada pertengahan bulan Juli 2007. Singkat kata, setelah melewati perjalanan panjang dan membosankan, pada pukul 18:00 tibalah kami dibandara King Abdul Aziz, Jeddah. Perlu beberapa waktu untuk urusan imigrasi dan bagasi sehingga ketika keluar dari bandara hari telah gelap. Sepanjang perjalanan menuju hotel, mata saya tidak berkedip melihat toko ataupun showroom - showroom mobil. Kekaguman saya pada pemakaian daya listrik yang besar untuk menerangi showroom tidak pernah berhenti. Maklumlah, kita di Indonesia terbiasa dengan kata - kata Hemat Listrik.

Esok harinya setelah sempat berjalan - jalan disekitar pusat kota jeddah, kami terbang menuju Madinah. Tepat pukul 20.00 ketika saya buka jendela kamar hotel, sungguh saya terkesima. Masjid Nabawi berada dihadapan saya. Secara otomatis saya sujud syukur kepada Allah dan tak terasa air mata saya deras dipipi. Saat itulah kekaguman saya pada sang pencipta tak dapat dibendung dan saya merasakan kekuasaan Allah yang luar biasa. Berjam - jam saya termangu dan tidak habis - habisnya saya berterima kasih bahwa Allah telah membawa saya, ayah dan ibu saya ke Tanah Suci.

Tiga hari empat malam kami diMadinah, menghabiskan waktu untuk sholat dan dzikir di Masjid Megah Nabawi serta mengunjungi Masjid Quba tempat Nabi Muhammad SAW dijemput umatnya dan sholat subuh bersama, Gunung Uhud tempat kaum muslim berperang melawan kafir Quraisy dan Masjid Qiblatain dimana Rasulullah mendapat perintah dari Allah untuk merubah arah kiblat ke arah Ka’bah dari semula ke arah Jerusalem.

Hari ke enam kami berangkat ke Mekkah dengan menggunakan kendaraan darat. Sepanjang jalan antara Madinah dan Mekkah kami mengumandangkan "Labbaik Allohumma Labbaik..." air mata saya kembali menetes tak habis - habisnya. Setibanya di Mekkah kami langsung melakukan ibadah umroh. Saya bersujud syukur kembali kepada Allah ketika saya akhirnya dapat melihat Ka’bah dalam jarak hanya beberapa meter saja sampai akhirnya saya menciumnya.

Saya kembali bersujud syukur kepada Allah ketika kami KembaliDikecilin_3 mendapatkan hotel yang sangat dekat dengan masjid, kali ini Masjidil Haram. Kedekatan ini membuat saya sesering mungkin melakukan sholat di masjid. Rasanya tak ada capeknya walaupun berhari - hari saya kurang tidur.

Selain ibadah umroh, rombongan kami diajak melihat tempat bersejarah antara lain jabal Tzur, gunung tertinggi yang pernah dipakai sebagai tempat bersembunyi Rasulullah dari kejaran musuh. Kami juga mengunjungi daerah Mina dimana didirikan tenda - tenda permanen yang ber-AC, tempat pelemparan jumroh dimusim Haji serta ke Jabal Rahmah, tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa setelah berpisah lebih dari 100 tahun.

Ada pengalaman menarik ketika saya hendak berfoto di pelataran dan di dalam Majidil Haram. Selama itu saya cuek saja walaupun sudah ada aturan bahwa tidak diperbolehkan berfoto di masjid. Sedang asyik jepret sana jepret sini, tiba - tiba dengan kendaraan keliling petugas Masjidil Haram mengambil kamera yang ada ditangan jamaah asal Indonesia juga yang berada di dekat saya. Secara refleks saya menyembunyikan kamera saya agar tidak ketahuan si petugas tersebut. Dan saya melihat jamaah asal Indonesia tadi lari berkejar - kejaran untuk meminta kameranya dengan mengucap "sorry..sorry...". Bangsa Indonesia memang sudah tidak asing lagi bagi penduduk Arab Saudi, ratusan ribu warga negara kita menjadi tamu besar di setiap Lebaran Haji. Oleh karena itu, bangsa Indonesia menjadi salah satu bahasa yang ditulis di setiap Papan Pengumuman tempat wisata bersejarah. Pedagang Arab-pun pandai berbahasa Indonesia, walaupun yang digunakan adalah bahasa tawar - menawar.

Hari ke-9 waktunya bagi rombongan untuk pulang kembali ke Jakarta. Masih tersisa jelas diingatan kekaguman saya akan kemegahan budaya islam, kemegahan fisik Masjid Nabawi dan Masjidil Haram, juga kekayaan Negara Arab Saudi. Semua ini menjadikan saya untuk selalu memuji dan semakin bertaqwa kepada Allah yang Maha Kuasa.

Nafsu Yang Menghalangi Cinta

Cinta adalah Energi. Kekuatannya tak ada yang mampu menandingi bahkan mampu membumihanguskan ketika Cinta bercampur dengan angkara murka. Esensi kehidupan menurut para Sufi ialah Cinta, sehingga dunia menjadi dinamis. Bukan semata kerangka Logika melainkan rasa. Fenomenanya selalu ingin dijauhi dan juga didekati karenanya penuh paradoks. Dalam Imaji, Cinta memiliki makna tanpa tepi, seolah tak berpijak, ketika Cinta mendarat ke bumi membawa pesan terhadap manusia untuk saling berdamai.

Catatan: “Beribu-ribu penjelasan kuutarakan tentang cinta namun ketika Cinta datang menghampiri, penjelasanku menjadi sia-sia dan aku bagai orang yang tak tau apa - apa“